Ini tentang baju, yg sehari-hari dipakai, yg
sehari-hari dicuci, yg sehari-hari disetrika.
Baju punya dialeg sendiri yg menggambarkan
orang yang memakainya.
Macam-macam bunyinya dari yg nyaring seperti
TOA masjid sampai yang samar tapi berbau dahsyat seperti kentut.
Baju menentukan status sosial seseorang dalam
masyarakat, lebih tepatnya pada kelompoknya.
Baju kaos putih bersih yang murah sekalipun
ketika dipakai seorang gembel membuatnya menjadi primadona sesaat dikampung
gembel.
Baju kumal dekil bin apek meskipun mahal
sekalipun ketika dipakai seorang dosen pasti membuatnya jadi bahan obrolan
diam-diam mahasiswanya, dosen lainnya, staf akademiknya, rektornya, bahkan
hingga ob gedung sampai-sampai pedagang asongan yang mangkal depan gerbang
kampus.
Begitulah status baju dibadan seseorang.
Untuk datang ke pesta, tentulah kita mencari
baju yang pantas agar dapat diterima dikelompok yang kita datangi, meskipun harus
membeli terlebih dahulu dengan harga yang tidak murah. Semua daya dilakukan
untuk menempatkan diri pada status yang sama dengan kelompoknya. Baju menjadi
perwakilan pertama dari status sosialnya tanpa perlu bicara panjang lebar.
Begitulah status baju dibadan seseorang.
Untuk datang ke perumahan gembel, tentu kita
pun harus menyesuaikan diri dengan keadaan yang hendak didatangi. Sungguh tidak
mungkin datang ke perkampungan gembel dengan baju yang mewah, glamour,
mengkilat, dan licin sampai-sampai lalat pun terpeleset ketika berniat hinggap
disana.
Masalah yang besar ketika harus mencari baju gembel, tidak ada satupun
toko yang menjual baju gembel. Baju gembel tidak bisa dibeli. Baju gembel
bahkan tidak dapat dibuat. Lihat saja sinetron ataupun film-film box office
sekalipun tidak bisa membuat baju gembel sama seperti gembel-gembel aslinya.
Gembel akan terlihat berwibawa meskipun sesaat
ketika memakai baju mewah, tapi tak ada orang yang bisa terlihat seperti gembel
meskipun hanya sesaat hanya dengan memakai baju gembel.
Sungguh mencengangkan bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar