hakikatnya orang salah


Salah + Dihukum = Benar

Salah + Gak Dihukum = Salah

SKUPKPDMBIKPPNYDOPYSSB


Organisasi itu namanya SKUPKPDMBIKPPNYDOPYSSB. 
Kepanjangannya: Solidaritas Kemanusiaan Untuk Para Korban Pengambinghitaman Dan Masyarakat Bingung Indonesia Korban Praktek Pembodohan Nasional Yang Dilakukan Oleh Pemerintah Yang Sekarang Sedang Berkuasa.

Selaras


Bangsa Indonesia tidak punya kosakata untuk ‘hukum’ dan ‘adil’. Keduanya kita import dari bahasa Arab. Kalau ternyata ada, entah dari bahasa Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, Madura atau manapun, saya mengusulkan kata ‘hukum’ dan ‘adil’ itu segera diganti dengan milik kita yang asli, agar kita punya keberangkatan hokum dan keadilan yang mantap dan relevan dengan sejarah kita sendiri.

Yang kita punya adalah kata ‘laras’. Selaras. Yang kita bangun adalah keselarasan. Tak apa mencuri, asalkan mekanismenya bisa diselaraskan. Kita korupsi bareng-bareng di tempat masing-masing, dengan kesepakatan bahwa semua kita sama-sama menjaga keselasaran. Pemimpin bangsa adalah Kepala Pemelihara Keselarasan Nasional. Siapa harus dihukum dan siapa harus dipertahankan, pedomannya adalah mempertahankan keselarasan yang sudah terlanjur dibangun dan diformasikan, bukan obyektivitas hukum atau keadilan.

Bangsa kita menomersatukan ‘norma’, menomerduakan ‘nilai’. Nilai mengikat setiap orang untuk tidak mencuri di manapun, kapanpun dan dalam keadaan apapun. Norma adalah kesepakatan bersama, terutama kesepakatan di antara mereka yang berkuasa untuk selaras. Tidak masalah kita langgar undang-undang, hukum dan moral, asalkan tetap selaras dan citranya tetap bisa kita bikin tampak baik-baik saja. Kita jangan lakukan ini atau itu, prinsipnya bukan ini tidak benar dan itu tidak baik, melainkan yang kita jaga adalah “apa kata tetangga”.

Kalau kita menangkap maling di kampung, kita bentak dia — “Jangan seenaknya berbuat di kampung kami, kalau mau mencuri jangan di sini!”. Prinsipnya bukan maling itu tidak boleh, melainkan ada norma yang berlaku di kampung sini bahwa jangan ada yang tampak mencuri. Mencuri tak ada, tapi jangan kelihatan mencuri. Melanggar hukum dan keadilan itu soal tahu sama tahu, yang tidak boleh adalah melanggar keselarasan.

Perbenturan antara KPK dengan Polri dan Pemerintah secara keseluruhan adalah perbenturan antara keadilan melawan keselarasan. Yang mungkin tidak terlalu disadari oleh Bibit dan Chandra adalah bahwa mereka itu perusak keselarasan. Mereka juga belum paham benar bahwa di Negara Kesatuan Republik Selaras Indonesia, hukum dan keadilan harus patuh kepada keselarasan. Mereka tidak boleh merusak pekerjaan para petugas keselarasan nasional. Satu langkah saja lagi hukum dan keadilan melakukan ketidaktaatan kepada keselarasan, maka ia akan diberi label anarkisme atau makar.

_cak nun_

Kiamat


Yaumul Qiyamat pasti tiba. Yaum itu Hari, Qiyamat itu Kebangkitan. Hari Kebangkitan peradaban baru dunia yang dipimpin oleh Indonesia”.

“Jadi benar akan kiamat ya Kiai? Apakah itu yang dimaksud dengan tahun 2012?”

“Jangan mendahului Tuhan, nanti malah dibatalkan”.

“Lha ya itu maksud saya, Kiai, kengerian 2012 itu kita omong-omongkan terus supaya Tuhan tersinggung sehingga membatalkan. Cuma masalahnya bagaimana dengan hukum, keadilan dan keselarasan itu, Kiai?”

_cak nun_

Kenapa Aku?


Mungkin adalah hal yang lumrah jika seseorang ketika ditimpa musibah, ketidaksenangan, kesialan, fitnah, ataupun hal buruk yang lainnya mengatakan,

” Ya Tuhan, kenapa aku yang harus mengalami ini?”

Bagaimana tidak lumrah, hampir semua orang juga mengatakan seperti itu. Walaupun terkadar ada juga yang memberikan nasihat dan penguatan seperti

“Tuhan, tidak akan memberikan ujian diluar batas kemampuan hambanya”.

Kata-kata itu mungkin akan didengarnya, kemudian untuk sesaat diresapi, tak lama. Setelahnya, pertanyaan itu kembali lagi mengelayut dihatinya.

“Kenapa, kenapa, kenapa?”

Ada satu hal besar yang sungguh kita lupakan, ketika diberi kesenangan, kebahagian, keceriaan, keriangan, pernahkan kita bertanya,

“Kenapa aku yang menerima semua kesenangan, kebahagian, keceriaan, keriangan ini Ya Tuhan?”

Baju.


Ini tentang baju, yg sehari-hari dipakai, yg sehari-hari dicuci, yg sehari-hari disetrika.
Baju punya dialeg sendiri yg menggambarkan orang yang memakainya.
Macam-macam bunyinya dari yg nyaring seperti TOA masjid sampai yang samar tapi berbau dahsyat seperti kentut.

Baju menentukan status sosial seseorang dalam masyarakat, lebih tepatnya pada kelompoknya.
Baju kaos putih bersih yang murah sekalipun ketika dipakai seorang gembel membuatnya menjadi primadona sesaat dikampung gembel.

Baju kumal dekil bin apek meskipun mahal sekalipun ketika dipakai seorang dosen pasti membuatnya jadi bahan obrolan diam-diam mahasiswanya, dosen lainnya, staf akademiknya, rektornya, bahkan hingga ob gedung sampai-sampai pedagang asongan yang mangkal depan gerbang kampus.
Begitulah status baju dibadan seseorang.

Untuk datang ke pesta, tentulah kita mencari baju yang pantas agar dapat diterima dikelompok yang kita datangi, meskipun harus membeli terlebih dahulu dengan harga yang tidak murah. Semua daya dilakukan untuk menempatkan diri pada status yang sama dengan kelompoknya. Baju menjadi perwakilan pertama dari status sosialnya tanpa perlu bicara panjang lebar.

Begitulah status baju dibadan seseorang.
Untuk datang ke perumahan gembel, tentu kita pun harus menyesuaikan diri dengan keadaan yang hendak didatangi. Sungguh tidak mungkin datang ke perkampungan gembel dengan baju yang mewah, glamour, mengkilat, dan licin sampai-sampai lalat pun terpeleset ketika berniat hinggap disana. 

Masalah yang besar ketika harus mencari baju gembel, tidak ada satupun toko yang menjual baju gembel. Baju gembel tidak bisa dibeli. Baju gembel bahkan tidak dapat dibuat. Lihat saja sinetron ataupun film-film box office sekalipun tidak bisa membuat baju gembel sama seperti gembel-gembel aslinya.

Gembel akan terlihat berwibawa meskipun sesaat ketika memakai baju mewah, tapi tak ada orang yang bisa terlihat seperti gembel meskipun hanya sesaat hanya dengan memakai baju gembel.

Sungguh mencengangkan bukan? 

apa iya durkaha?


Dasar anak kurang ajar, anak durhaka
Dasar anak gak tau diri, anak durhaka
Dasar anak songong, anak durhaka
Dasar anak gak tau aturan, anak durhaka

Durhaka, tentu semua orang sudah pasti pernah mendengar kata ini. Bagaimana tidak, sejak kecil kita sudah dicekoki kalimat “jangan melawan orang tua, nanti jadi anak durhaka, dikutuk jadi batu”. Ya, itu sepenggal kisah yang kita tau dari semenjak kita mulai mengerti apa itu cerita dan merasa senang mendengar atau bahkan membaca cerita.

Dalam pemahaman masyarakat kita, saya, anda dan semuanya pasti bersepakat dengan apa yang disebut dengan durhaka itu, dan bahkan disadari atau tidak kita pun pasti bersepakat dengan subjek yang disebut durhaka itu. Pemahaman kita tentang durhaka adalah seorang anak yang melawan orang tuanya yang sudah merawat dan membesarkan dirinya sedari kecil hingga dewasa. Perlawanannya seperti apa? Apapun bentuk perlawanannya sudah pasti bisa disebut dengan perbuatan durhaka.

Dari pemahaman kita diatas sudah barang tentu –jika memang pemahaman itu sudah mengakar dan menancap tajam dalam hati dan pikiran kita- perbuatan durhaka termasuk perbuatan yang tercela. Jika ditanyakan pada satu kelas berisi 40 orang anak, pasti tidak ada yang mengacungkan jari ketika ditanya siapa yang ingin menjadi anak durhaka. Hal itu jelas sekali mengakar dan mengikat perilaku kita pada norma-norma kebaikan yang memang bertujuan untuk terus menjaga manusia tetap pada koridor kemanusiaanya dan menjadi manusia yang lebih baik lagi dimasa depan yang ia pilih nantinya.

Ketika kita melihat masalah ini dari subyeknya yaitu anak, hal ini dapat ditangkap dengan jelas. Akan tetapi bagaimana jika yang melakukannya adalah orang tuanya? Orang tua yang dianggap sebagai suatu kebaikan bagi anaknya mungkinkah melakukan itu? Jawabanya tentu TIDAK TERTUTUP KEMUNGKINAN HAL ITU TERJADI.

Apakah jika kita seorang anak yang melawan orang tua sebab orang tua tersebut tidak peduli dengan keadaan keluarganya dapat disebut anak durhaka?

Apakah jika kita seorang anak yang melawan orang tua sebab orang tua tersebut hanya bekerja untuk dirinya sendiri, untuk segala kesenangan dirinya sendiri, untuk bisa bersolek didepan orang banyak tapi tidak peduli keluarganya dapat disebut dengan anak durhaka?

Apakah jika kita seorang anak yang melawan orang tua sebab orang tua tersebut tidak memberi nafkah lahir selama berpuluh tahun dan hanya sibuk dengan segala kepentingannya sendiri tanpa peduli dengan keluarganya dapat disebut dengan anak durhaka?

Apakah jika kita seorang anak yang melawan orang tua sebab orang tua tersebut tidak dapat memberikan contoh yang baik dalam berperilaku kepada keluarganya dapat disebut dengan anak durhaka?

Jika anak yang melawan orangtuanya yang sudah merawat dan membesarkannya sedari kecil hingga dewasa disebut dengan anak durhaka, lalu apa sebutan untuk orangtua yang tidak peduli dengan keluarga, istri dan anaknya?

Bisakan disebut dengan orang tua yang durhaka?
Lalu apakah anak yang melawan orangtuanya tersebut termasuk orang baik, termasuk yang benar karena dia membela kepentingan anggota keluarganya yang lain?  Lalu apa sebutannya?

Mungkinkah kita secara sadar atau tidak melawan orangtua kita? Mana yang kita lawan sebenarnya, orangtua yang merawat kita atau yang acuh dengan kita?

Atau mungkin memang hanya ada sebutan bagi anak yang melawan orangtuanya yang merawat dan membesarkannya sedari kecil, selebihnya tidak ada.

Tidak pernah ada cerita rakyat tentang orangtua yang tidak perduli pada anaknya, hanya ada cerita sinetron yang juga terkontaminasi unsur-unsur merusak otak.

Lalu apa jawabannya?

Kisah seorang atlet lempar cakram yang durhaka



Selang beberapa bulan lagi, kejuaraan olahraga seasia yang terkenal seantero jagad akan dimulai. Kali ini tempat penyelenggarannya diadakan di Indonesia. Dalam voting penentuan tempat yang diadakan oleh komite-komite olahraga elit diseantero asia, Jakarta menang telak dengan perolehan suara nyaris bulat. Ketika itu memang tidak ada kota-kota diasia yang mampu menandingi keindahan kota Jakarta.

Demi menyukseskan penyelenggaran kali ini dan merebut semua mendali emas disemua nomor dan bidang maka pemerintah pun melakukan audisi bagi seluruh warga yang merasa mampu mewakili Indonesia dikancah itu. Tidak terkecuali Ramijan, seorang lelaki berperawakan kekar dan sangar dari salah satu desa dipinggiran kota Jakarta. Ramijan memiliki tangan yang kuat, semua orang mengenal kekuatan tangan Ramijan. Dengan hanya satu helaan nafas, Ramijan mampu menarik sebuah truk bermuatan kayu gelondongan dengan satu tangan sejauh puluhan meter.

Ramijan pun menyadari kelebihannya itu, maka dengan seksama ia meneliti semua nomor cabang yang dilombakan di kejuaraan itu. Dengan berfokus pada kekuatan tangannya, pilihan akhir Ramijan jatuh pada lempar lembing, lempar cakram dan tolak peluru. Dia mengamati atlet tolak peluru ketika ada pertandingan di tv, menurutnya cara melempar pada tolak peluru tidak mampu membuatnya memecahkan rekor yang fenomenal. Ia pun meneliti lempar lembing, menurutnya bidang genggaman tangan pada lembing juga sangat kecil, sehingga tidak memungkinkan lembing tersebut akan mampu menahan kekuatan tangannya. Terakhir ia mengamati lempar cakram, dia tersenyum-senyum senang. “mungkin inilah olahraga yang jadi peganganku” dalam hati Ramijan.

Menurutnya, bidang lempar cakram lebih luar dibanding dengan dua cabang sebelumnya. Ia pun membulatkan tekad untuk berlatih dengan giat agar mampu membuat rekor fenomenal dan menjadi rajadiraja di cabang lempar cakram.

Hari demi hari Ramijan terus berlatih dengan semangat yang menggebu, tidak peduli siang dan malam. Ia pun meninggalkan semua pekerjaannya. Halaman belakang rumah yang dipakainya untuk berlatih sudah tidak terlihat rumput gajah yang ditanam sebelumnya. Semuanya hilang.
Ditengah-tengah semangatnya yang menggebu-gebu untuk berlatih lempar cakram, ia mendengar ibunya memanggil.

Ibu         : “Jan, tolong timbakan air dari sumur, penuhin ember besar dibelakang, ibu mau cuci baju”

Ramijan: “sebentar bu..”

Ramijan terus berlatih dengan nafas yang tidak habis-habis, hingga berlalu waktu sampai 2 jam.

Ibu         :”Jan, airnya sudah ditimba belum? Ibu mau cuci baju ini”

Ramijan:”belum bu, sebentar lagi”

Ramijan terus-terusan berlatih, hingga waktu menjelang sore

Ibu         :”Jan, udah mau sore ini, udah ditimba belum airnya? Cuciannya banyak ini”

Ramijan:”tanggung bu, sesi 2 nih latiannya”

Baru saja Ramijan melepas cakram ditangannya, ibunya berteriak

Ibu         :”Dasar anak gak tau diri, disuruh dari tadi ntar-ntar terus, ibu kutuk kamu jadi Batu”

JGGGGEEEEEEERRRRR!!!!

Tiba-tiba langit menjadi gelap gulita, sesaat kemudian kembali terlihat matahari sore yang cerah. Dan dihalaman belakang yang tidak lagi terdapat rumput gajah, ramijan berubah menjadi patung dengan posisi terakhirnya.




Sebenarnya masih banyak lagi cerita lainnya, seperti Pak Tani yang Durhaka, Pengendara Kuda dan Ketujuh Kuda yang Durhaka, Sepasang Muda-Mudi yang Durhaka, Gajah yang Durhaka, Pemuda dengan bakul api yang Durhaka dll, tapi saya sedang malas ceritanya.

Entah kenapa


Sepertinya ada yang salah dengan negeri ini.
Entah kenapa, di negara ini hukum begitu kerasnya pada maling ayam, nenek pemungut buah sisa, keluarga pemungut kakao sisa, keluarga yang dianggap mencuri setelah ditipu oleh yang menuduh pencuri. Kalau yang dirampok itu besar-besar, 100M, 23M, 40M hukumannya jauh lebih ringan daripada mengambil yang kecil-kecil.
Dinegara ini berlaku kalimat
buat apa ambil kecil hukumannya berat kalau bisa ambil besar hukumannya ringan.

Entah kenapa, dinegara ini agamanya selalu dijadikan bahan omongan, katanya dijadikan panduan hidup, pedoman hidup. Tapi rampok uang rakyat tidak pernah berhenti. Apa iya diagamanya diajarkan merampok uang yg bukan haknya? Masa ada agama yg enak seperti itu, sepertinya tidak ah, Eh apa saya yg tidak tau ada agama seperti itu? Entahlah.
Dinegara ini berlaku kalimat
Kata-kata ketuhanan itu hanya metafor dan kiasan biar indah dan dianggap religius sehingga makin banyak membuka pintu uang. Ya Tuhan, terimakasih Engkau membuka lebih banyak lagi pintu rejeki untuk hamba, kalau bisa ditambah lagi Ya Tuhan. Aku akan memanfatkan ini sebaik-baiknya  Ya Tuhan.
Entah kenapa, dinegara ini orang-orang bodoh sering cari sensasi dengan ucapan, tindakan yang tidak masuk akal dilakukan tapi ternyata dilakukan. Entah kenapa, sara dibawa-bawa, dituduh-tuduh satu sama lain berasa paling benar. Pernah saya dengar filosofi dari rautan bulat dengan cermin kecil dibawahnya adalah jika ingin memperbaiki sesuatu ngaca dulu.

Ah kebetulan ada rautan disamping saya saat ini, saya mau ngaca dulu.haha
Entah kenapa, entah.