Kisah seorang atlet lempar cakram yang durhaka



Selang beberapa bulan lagi, kejuaraan olahraga seasia yang terkenal seantero jagad akan dimulai. Kali ini tempat penyelenggarannya diadakan di Indonesia. Dalam voting penentuan tempat yang diadakan oleh komite-komite olahraga elit diseantero asia, Jakarta menang telak dengan perolehan suara nyaris bulat. Ketika itu memang tidak ada kota-kota diasia yang mampu menandingi keindahan kota Jakarta.

Demi menyukseskan penyelenggaran kali ini dan merebut semua mendali emas disemua nomor dan bidang maka pemerintah pun melakukan audisi bagi seluruh warga yang merasa mampu mewakili Indonesia dikancah itu. Tidak terkecuali Ramijan, seorang lelaki berperawakan kekar dan sangar dari salah satu desa dipinggiran kota Jakarta. Ramijan memiliki tangan yang kuat, semua orang mengenal kekuatan tangan Ramijan. Dengan hanya satu helaan nafas, Ramijan mampu menarik sebuah truk bermuatan kayu gelondongan dengan satu tangan sejauh puluhan meter.

Ramijan pun menyadari kelebihannya itu, maka dengan seksama ia meneliti semua nomor cabang yang dilombakan di kejuaraan itu. Dengan berfokus pada kekuatan tangannya, pilihan akhir Ramijan jatuh pada lempar lembing, lempar cakram dan tolak peluru. Dia mengamati atlet tolak peluru ketika ada pertandingan di tv, menurutnya cara melempar pada tolak peluru tidak mampu membuatnya memecahkan rekor yang fenomenal. Ia pun meneliti lempar lembing, menurutnya bidang genggaman tangan pada lembing juga sangat kecil, sehingga tidak memungkinkan lembing tersebut akan mampu menahan kekuatan tangannya. Terakhir ia mengamati lempar cakram, dia tersenyum-senyum senang. “mungkin inilah olahraga yang jadi peganganku” dalam hati Ramijan.

Menurutnya, bidang lempar cakram lebih luar dibanding dengan dua cabang sebelumnya. Ia pun membulatkan tekad untuk berlatih dengan giat agar mampu membuat rekor fenomenal dan menjadi rajadiraja di cabang lempar cakram.

Hari demi hari Ramijan terus berlatih dengan semangat yang menggebu, tidak peduli siang dan malam. Ia pun meninggalkan semua pekerjaannya. Halaman belakang rumah yang dipakainya untuk berlatih sudah tidak terlihat rumput gajah yang ditanam sebelumnya. Semuanya hilang.
Ditengah-tengah semangatnya yang menggebu-gebu untuk berlatih lempar cakram, ia mendengar ibunya memanggil.

Ibu         : “Jan, tolong timbakan air dari sumur, penuhin ember besar dibelakang, ibu mau cuci baju”

Ramijan: “sebentar bu..”

Ramijan terus berlatih dengan nafas yang tidak habis-habis, hingga berlalu waktu sampai 2 jam.

Ibu         :”Jan, airnya sudah ditimba belum? Ibu mau cuci baju ini”

Ramijan:”belum bu, sebentar lagi”

Ramijan terus-terusan berlatih, hingga waktu menjelang sore

Ibu         :”Jan, udah mau sore ini, udah ditimba belum airnya? Cuciannya banyak ini”

Ramijan:”tanggung bu, sesi 2 nih latiannya”

Baru saja Ramijan melepas cakram ditangannya, ibunya berteriak

Ibu         :”Dasar anak gak tau diri, disuruh dari tadi ntar-ntar terus, ibu kutuk kamu jadi Batu”

JGGGGEEEEEEERRRRR!!!!

Tiba-tiba langit menjadi gelap gulita, sesaat kemudian kembali terlihat matahari sore yang cerah. Dan dihalaman belakang yang tidak lagi terdapat rumput gajah, ramijan berubah menjadi patung dengan posisi terakhirnya.




Sebenarnya masih banyak lagi cerita lainnya, seperti Pak Tani yang Durhaka, Pengendara Kuda dan Ketujuh Kuda yang Durhaka, Sepasang Muda-Mudi yang Durhaka, Gajah yang Durhaka, Pemuda dengan bakul api yang Durhaka dll, tapi saya sedang malas ceritanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar