Kepasrahan atau kemalasan?

Ahaha.sekali lagi otak saya yang sederhana ini tergelitik, bukan karena digelitiki tentunya, seram membayangkan bagaimana otak digelitiki.haha.

Ya, tergelitik oleh sebuah kalimat yang dilontarkan seseorang. Bahkan kehidupan kita semuanya sudah diatur. Entah ini merupakan lambang kepasrahan atau sekedar metafor untuk sebuah kemalasan yang akut dalam diri manusia.

Rezeki, nikah, pasangan, jalan hidup hingga hal-hal terkecil semuanya diserahkan pada Tuhan. Mungkin saya akan dicap sebagai atheis kalau bicara lantang bahwa kita tidak bisa menyerahkan semuanya pada Tuhan. Ada hal-hal yang harus diusahakan, bukan hanya menyerahkannya pada Tuhan. Kalau semua hal diserahkan pada Tuhan, apalah gunanya akal yang diberikan pada kita ini.

Sedikit melenceng soal akal yang kita miliki ini. Suatu hari saya mendengar seseorang berkata pada temannya, bahwa sesungguhnya manusia merupakan mahluk yang paling di-iri-kan oleh semua mahkluk lainnya. Lanjut ia berkata, bahkan malaikat pun iri dengan manusia.haha.hampir terbahak keras-keras saya. Entah darimana datangnya pemikiran yang fantastis itu. Ia menjelaskan lebih lanjut, malaikat itu iri pada kita karena kita –manusia- memiliki sesuatu yang tidak mereka punya, yang disebut nafsu. Oh well, saya mengganggap nafsu itu bagian dari akal. Oke, kembali lagi ke masalah malaikat yang iri itu. Dalam pemikiran saya yangsederhana ini, bagaimana mungkin malaikat itu bisa iri, sedangkan rasa iri itu sendiri merupakan wujud dari nafsu.hmmmph.entah dalil apa yang dijadikan dasar orang itu untuk berani berkata seperti itu. Ah, saya tidak tahu,saya bukan ahli agama yang hafal dalil-dalil.

Sudah ootnya, kembali lagi tentang penyerahan hidup pada Tuhan. Sebenarnya kurang tepat kalau dibilang penyerahan diri. Yang sebenarnya adalah kemalasan bertindak dan berpikir untuk sebuah keharusan yang dilakukan dan berlindung dibalik nama Tuhannya, dengan fragmen ”ini semua kehendak Tuhan”.

Pemikiran sederhana saya, sekali lagi, sederhana, mengatakan bahwa akal dan otak yang telah diberikan pada semua manusia rasanya perlu diambil kembali kalau-kalau semua hal diserahkan kembali pada Tuhan. Ya, mungkin memang harus diserahkan. Tapi, nanti, diakhir penghujung kerja kita. Ya, manusia harus mampu mengusahakan sendiri apa yang diinginkan. Bukan berarti tidak berdoa dan bertawakal. Tapi berusaha dulu. Jangan meletakkan pasrah itu didepan sebelum kerja.

Saya malam ini menganalogikan Tuhan sebagai sutradara, kehidupan kita filmnya, masing-masing dari kita adalah aktor utamanya. Sedikit berbeda dari film yang sehari-hari kita tonton, bahwa Tuhan tidak akan bilang CUT untuk tiap adengan yang tidak disukai-Nya, kecuali jika aktor tersebut sudah habis masa hidupnya. Dan kita juga bukan Nabi Musa yang dapat berbincang langsung dengan Tuhan. Tuhan memang mengatur jalan ceritanya, namun bukan satu, ada banyak. Dan itu merupakan pilihan bebas sang aktor untuk menentukan jalan cerita mana yang ia sukai. Semua jalan yang dipilihnya pasti akan ada ujungnya. Dari titik ini, mungkin dapat kita simpulkan bahwa Tuhan sebenar-benarnya telah mengatur hidup kita untuk selalu berada dalam pilihan. Sama seperti pemikiran dangkal diawal, pilihan untuk berusaha terlebih dahulu atau hanya menyerahkan semuanya pada pemilik alam ini.

Sejurus kemudian saya berpikir, mungkin inilah penyebab negara saya yang tercinta ini tidak maju-maju. Meskipun disebut-sebut sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, negara ini seperti mendapat azab bertubi-tubi sehingga tidak maju-maju (kalau tidak mau dibilang mundur,hehe). Sebelumnya, kenapa saya menyinggung muslim dalam bagian ini, karena memang dijanjikan oleh Tuhan bahwa Islam adalah agama terbaik (dan janji Tuhan itu selalu tepat). Tidak, saya tidak ingin mendiskreditkan agama lain. Ini hanya hasil pemikiran saya yang sederhana. Nah, apa bencana yang silih berganti ini merupakan azab Tuhan? hmmph, sekali lagi kita menyerahkan sesuatu kepada Tuhan. Oh bukan, kali ini seperti menyalahkan Tuhan untuk ketidakmajuan negara kita. Kacau sungguh kacau.

Mungkin negara ini tidak maju-maju karena kita selalu menyerahkan segala sesuatunya pada Tuhan tanpa mau berusaha lebih keras dan lebih baik. Kemalasan untuk berpikir dan bertindak layaknya seorang ksatria kalah dengan keinginan untuk berlindung dibalik fragmen Tuhan yang segaja dicecerkan dalam keseharian hidup kita ini.

Lebih enak berandai-andai memang, andai semua orang dinegeri ini mampu berlaku lebih baik tanpa didahului kepasrahan dan penyerahan diri yang belum melakukan apa-apa, andai semua orang bersedia untuk tidak hanya mementingkan kehidupannya sendiri, andai o andai saja semuanya bisa berjalan dengan baik dan indah..ya andai....hanya berandai-andai saja

Hmmmph, pada akhirnya, semua orang berhak untuk memilih jalan hidupnya dan cara pikirnya masing-masing. Semua manusia punya pilihan untuk berlaku baik atau berlaku buruk. Ya pilihan. Dan pilihan itu ada karena kita punya akal untuk berpikir. Akal yang sudah diberi tanpa diminta oleh kita sendiri.

Sama seperti yang saya alami sekarang. Saya berada diantara pilihan untuk menulis apa yang saya pikirkan atau sekedar menganggapnya angin lalu. Sama seperti anda yang punya pilihan untuk membaca tulisan ini atau tidak membaca tulisan ini. Sama seperti anda yang telah selesai membaca tulisan ini yang memiliki pilihan untuk memikirkannya baik-baik ataupun menghujat saya. Ya semua itu pilihan.

Ruang triplek yang menghimpit

Sabtu, 9 jul -11

Sebelum dan sesudah Azan Subuh berkumdang atau hanya berdendang ditelinga orang yang tidur dengan asyiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar