Monolog

Aku sendiri di ruang bisu ini. Kuburanku. Gelap. Pekat. Bau busuk. Aku terjepit. Di gencet hingga rusukku remuk. Hingga darahku muncrat. Aku duduk. Aku nyalakan tujuh lilin tuk menemaniku. Aku tempatkan lilin itu mengitari tempat dudukku. Mereka masih mati. Belum aku sundut dengan api. Aku rapikan dudukku. Aku nyalakan satu per satu.

Lilin pertama. Menyalalah terangi hati-hati manusia yang selalu menyakitiku. Tunjukkan pada mereka semua bahwa aku tidak ada dendam. Sebab aku begitu cinta mereka. Hanya saja mereka tidak menyadari.

Lilin kedua. Hai lilin, menyalalah. Sebarkan sinarmu diantara gelap mata mereka. Yang selalu pandang aku hina sebab cacatku. Perlihatkan wujud hatiku pada mereka.

Lilin ketiga. Benderanglah. Terangi jalan mereka menuju pemikiranku. Hal yang mereka selalu sepelekan dariku.

Lilin keempat. Menyalalah. Temani mereka sewaktu menjelajahi hatiku yang sering kali mereka sakiti dalam-dalam.

Lilin kelima. Menyalalah. Sirnakan hinaan-hinaan mereka yang ditujukan padaku. Hiasi mata nurani mereka dengan cahaya mu yang terang.

Lilin keenam. Menyalalah. Kembalikan mereka pada kemurniaan mereka. Pada hati yang bersih dan tiada hinaan padaku. Pada lidah yang suci dan selalu bertasbih.

Lilin ketujuh. Kau. Bersinarlah dengan sangat. Karena kau aku persayakan sebagai penerang hati mereka agar tak kembali terperosok. Dalam kehinaan. Kenistaan. Kecacatan.

Aku diam di tengah-tengah. Aku hanya diam. Menunggu lilin-lilin ku mati. Hingga aku pun mati kembali.

luka sendiri.2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar